Kamis, 14 Juni 2012

outsourcing (bersikap kritis)


بسم الله الرحمن الرحيم

 الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

seringkali ada hal-hal yang seseorang atau suatu organisasi memilih untuk tidak dikerjakan sendiri, tetapi di-outsource ke orang / pihak lain.

contohnya misal di rumah kita memiliki suatu peralatan elektronik yang rusak, kita bisa saja memperbaikinya sendiri dengan beberapa peralatan perbaikan elektronik, misalnya solder, timah, multitester/avometer jika perlu, dan mungkin kita ingat-ingat kembali teori pelajaran elektronik di sekolah kita dulu.
namun kadangkala lebih efisien, hemat waktu+energi dan praktis jika kita bawa saja peralatan elektronik tsb ke tempat servis dan biarkan si ahli servis yang berpengalaman itu menyelesaikannya dg lebih baik dan lebih cepat.

atau suatu perusahaan yang sedang dalam usaha untuk mencari terobosan produk dan layanan baru, kadang mereka meng-outsource pekerjaan riset dan penelitian kepada konsultan di luar, atau contoh lain lagi untuk urusan audit keuangan perusahaan, dikerjakan oleh auditor eksternal.

sehingga tinggal serahkan saja urusan kpd seseorang/suatu konsultan, kita terima beres, tinggal terima jadi hasil-hasil analisa konsultan tsb : tdk perlu berpikir sendiri, percayai dan jalankan saja apa-apa yang menjadi rekomendasi dari konsultan tsb.
kadang bukan hanya urusan-urusan dunia saja seseorang mempercayakan ke konsultan, urusan setelah usai masa hidup di dunia pun, sebelum meninggal sudah disempatkan untuk diserahkan kpd penyedia jasa pemakaman dan pekuburan, shg praktis, terima beres.

bagi seorang muslim, urusan mencari kebenaran dan urusan terkait usainya masa hidup di dunia, tidak boleh diserahkan begitu saja kpd konsultan manapun, tidak boleh di-outsource-kan ke siapapun sehingga bisa tinggal terima beres saja.
jangan mempercayakannya scr membuta kepada siapapun, entah itu tokoh masyarakat, para sesepuh adat, atau yang mengaku pemuka agama sekalipun.



di dalam al-qu'an, Allah sampai mengingatkan tentang hal ini berkali-kali :

1. di surat Al-Ma'idah (surat no urut 5) ayat104
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.

2. surat al-baqarah (no urut 2) ayat 170


Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".

3. surat Luqman (31) ayat 21
 Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?

diulang sampai kita temukan tadi dalam 3 surat yang berbeda. jadi harus bersikap kritis, tidak asal ikut-ikutan, tidak mendasarkan amalan-amalan semata-mata karena orang-orang sebelum kita melakukannya, karena ini nanti terkait keselamatan kita pasca fase dunia / seusai hidup kita di dunia.
karena hidup manusia di dunia pendek, lebih pendek dari umur buku-buku pengetahuan (banyak buku peninggalan jaman kakek/nenek kita yang mungkin dulu sempat mengalami jaman belanda/jepang yang saat ini masih bisa dibaca-baca). banyak kakek2/nenek2 kita yg meninggal di sekitar tahun 1970 an atau sebelumnya. kalo meninggal di sekitar th 70 an, berarti sudah tinggal/menempati kubur selama ... 40 tahun lebih (kita sendiri mungkin banyak yg belum genap 40 tahun mengalami hidup di dunia).

bagaimana kalo yang kita amalkan sehari-hari itu ternyata salah? apa yang akan kita alami selama puluhan tahun menempati kubur itu? itu di alam kubur. kemudian setelah usai masa tinggal di kubur dan kita kembali menghadap Tuhan dan ditanya mengenai apa-apa yang kita kerjakan di dunia, itu lebih parah lagi.

dalam hal hal yang penting, apalagi aqidah dan ibadah, kita harus tahu dasar pijakannya, sehingga tidak asal ikut-ikutan secara membuta meskipun yang kita ikuti itu tokoh masyarakat, leluhur, atau orang yang mengaku tokoh agama sekalipun.

begitulah, islam mengajarkan kpd kita utk bersikap kritis. mengoptimalkan potensi akal kita, sehingga bisa mengenali benar dan salah, potensi hati nurani kita sehingga bisa mengenali mana perbuatan yang baik, mana perbuatan buruk, potensi2 dan kemampuan yang diberikan Allah pencipta manusia, kpd kita, sehingga bisa menyerap berbagai informasi-informasi baik itu secara visual (penglihatan), atau informasi audio (pendengaran), kemudian informasi-informasi itu kita analisa sebaik-baiknya.
jadi harus kita optimalkan potensi-potensi itu, harus. Allah menekankan berkali-kali dalam perkataan-Nya di dalam al-quran, tentang keharusan untuk menggunakan, mengoptimalkan potensi-potensi yg ada pada kita sbg manusia tsb :

1. surat al-Isra' (17) ayat 36
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

2. surat al-a'raf (7) ayat 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar